BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan
sistem pendidikan di Indonesia menuntut penyesuaian dalam segala hal yang
mempengaruhinya. Salah satu yang tetap ada dan langgeng yang selalu mendapat
sorotan adalah evaluasi belajar siswa atau pencapaian hasil belajar siswa.
Namun pencapaian hasil belajar siswa
yang optimal itu akan tergantung dan selalu pengaruhi oleh kurikulum, sarana
belajar, guru dan siswa sendiri. Selain itu kebijakan-kebijakan pemerintah
tentang sistem pendidikan nasional juga sangat mempengaruhi kualitas
pendidikan.
Sesudah atau dalam melaksanakan suatu
kegiatan perlu diadakan evaluasi agar dapat diketahui, berhasil atau tidaknya
kegiatan yang dilakukan tersebut. Demikian halnya dalam pendidikan, evaluasi
merupakan bagian yang sangat penting yang harus dilaksanakan oleh guru. Agar
seorang guru dapat mengetahui apakah kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan
telah berhasi atau tidak. Evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana
degan baik apabila dalam pelaksanaannya senantiasa berpegang pada tiga prinsip
dasar yaitu Prinsip keseluruhan, Prinsip kesinambungan, dan prinsip
objektivitas.
Selain itu juga ntuk mengetahui
pencapaian hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah
satunya adalah dengan menggunakan tes-tes dengan standar-standar tertentu
sesuai dengan perkembangannya. Maka dari itu bagi seorang pendidik harus
mengetahui bagaimana cara atau teknik-teknik yang baik untuk mengevaluasi anak
didiknya, sejauh mana pencapaian siswa dalam menguasai materi yang disampaikan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang terdapat
pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Jelaskanlah apa-apa saja teknik yang
dipergunakan dalam memeriksa hasil evaluasi peserta didik!
2.
Jelaskanlah apa yang dimaksud dengan
pemberian skor?
3.
Jelaskanlah teknik apa saja yang
dipergunakan dalam pemberian skor!
4.
Jelaskanlah bagaimana mengolah skor
menjadi nilai!
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1.
Untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah
evaluasi pendidikan
2.
Untuk mengetahui teknik-teknik yang
dipergunakan dalam memeriksa hasil evaluasi peserta didik.
3.
Untuk memahami apa yang dimaksud dengan
pemberian skor (scoring).
4.
Memahami tekni-teknik apa saja yang
dipergunakan dalam pemberian skor.
5.
Mengetahi bagaimana cara mengolah skor
mentah menjadi nilai.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Teknik-Teknik Pemeriksaan
Untuk mengetahui hasil belajar dan
sejauhmana tingkat pemahaman anak didik biasanya guru melakukan memberikan tes
baik berupa tes lisan, tulisan maupun perbuatan (praktek). Dari hasil tes
tersebut dapat diketahui tingkat pemahaman siswa yang kemudian dapat digunakan
sebagai evaluasi pendidik/ guru dalam menentukan kelanjutan belajar sekaligus
menentukan penilaian anak didik.
Dengan adanya perbedaan cara mendapatkan
hasil atau pemberian tes ini maka tidak dapat dihindari lagi perlu adanya
teknik-teknik yang berbeda dalam melakukan pemeriksaan atau koreksi untuk
mendapatkan hasil akhir (nilai).
Sebelum lebih jauh membahas mengenai
teknik-teknik pemeriksaan, sebaiknya lebih dahulu memahami istilah-istilah yang
berhubungan dengan tes yaitu :
1.
Tes adalah alat atau prosedur ysng
digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan
aturan-aturan yang sudah ditentukan.
2.
Testing, merupakan saat pada waktu tes
itu dilaksanakan atau saat pengambilan tes.
3.
Testee (tercoba), adalah responden yang
sedang mengerjakan tes. Orang inilah yang akan dinilai atau diukur kemampuan,
bakat, minat, pencapaian, dan sebagainya.
4.
Tester (pencoba), adalah orang yang
diserahi untuk melaksanakan pengambilan tes terhadap para responden. Dengan
kata lain tester adalah subjek evaluasi. Tugasnya adalah mempersiapkan
perlengkapan yang diperlukan, membagikan lembaran tes dan alat lain,
menerangkan cara mengerjakan tes, mengawasi, memberikan tanda waktu,
mengumpulkan pekerjaan, mengisi berita acara atau laporan lain yang diperlukan.
Adapun
teknik-teknik pemeriksaan atau koreksi adalah sebagai berikut :
1.
Teknik
Pemeriksaan Hasil Tes Tertulis
Tes
tertulis dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu tes hasil belajar (tertulis)
bentuk uraian (Subjective test=test essay) dan tes hasil belajar bentuk
objektif (Objective test). Kedua kelompok tersebut mempunyai karakter yang
berbeda sehingga teknik pemeriksaannya dan hasil-hasilnya pun pasti berbeda
pula.
1) Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Hasil
Belajar Bentuk Uraian
Dalam bentuk teknik pemeriksaan hasil
tes belajar dalam bentuk uraian, evaluator (tester/ pemberi test) sebaiknya
membuat kunci jawaban setelah soal tes selesai disusun sebagai dasar pedoman
dalam mengoreksi hasil jawaban dari peserta tes dengan cara membandingkan
antara jawaban peserta tes dengan pedoman jawaban yang betul.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pemeriksaan dengan tes uraian ini adalah :
1)
Apakah nantinya pengolahan dan penentuan
hasil tes uraian itu akan didasarkan pada standar mutlak, atau
2)
Apakah nantinya pengolahan dan penentuan
hasil tes subyektif akan didasarkan pada standar relatif.
Apabila pengolahan dan penentuan hasil
tes uraian akan didasarkan pada standar mutlak maka prosedur pemeriksaannya
adalah sebagai berikut :
1)
Membaca setiap jawaban yang diberikan
oleh peserta tes untuk setiap butir soal tes uraian dan membandingkannya dengan
pedoman jawaban betul yang sudah disiapkan.
2)
Atas dasar pembandingan antara jawaban
peserta tes dengan pedoman/ ancar-ancar jawaban betul yang telah disiapkan,
tester lalu memberikan skor untuk setiap butir soal dan menuliskannya di bagian
kiri dari jawaban testee tersebut.
3)
Menjumlahkan skor-skor yang telah
diberikan kepada testee (digunakan sebagai bahan dalam pengolahan dan penentuan
nilai).
Apabila pengolahan dan penentuan nilai
akan didasarkan pada standar relatif (dimana penentuan nilai didasarkan pada
prestasi kelompok) maka prosedur pemeriksaannya adalah sebagai berikut :
1)
Memeriksa jawaban atas butir soal nomor
1 yang diberikan oleh seluruh testee, sehingga diperoleh gambaran secara umum
mengenai keseluruhan jawaban yang ada. Setelah pemeriksaan terhadap seluruh
jawban item nomor 1 dapat diselesaikan, maka tester akan menjadi tahu, testee
manakah yang memberikan jawabannya termasuk lengkap, kurang lengkap, menyimpang
dan tidak memberikan jawaban sama sekali.
2)
Memberikan skor terhadap jawaban soal
nomor 1 untuk seluruh testee, misalnya untuk jawaban lengkap diberi skor 2,
kurang lengkap diberikan skor 1, dan yang menyimpang atau tidak memberikan
jawaban sama sekali diberikan skor 0.
3)
Setelah pemeriksaan atas jawaban butir
soal nomor 1 untuk seluruh testee dapat diselesaikan, lalu dilanjutkan dengan
pemeriksaan terhadap jawaban butir soal nomor 2, dengan cara yang sama.
4)
Memberikan skor terhadap jawaban butir
soal nomor 2 dari seluruh testee, dengan cara yang sama, dan seterusnya sampai
dengan selesai dengan langkah yang sama.
5)
Setelah jawaban seluruh butir soal yang
diberikan oleh seluruh testee dapat diselesaikan, akhirnya dilakukan penjumlahan
skor (yang nantinya akan dijadikan bahan dalam pengolahan dan penentuan nilai).
2)
Teknik
Pemeriksaan Hasil Tes Hasil Belajar Bentuk Obyektif
Memeriksa atau mengoreksi jawaban soal tes obyektif
pada umumnya dilakukan dengan jalan menggunakan kunci jawaban.
Ada beberapa macam kunci jawaban yang dapat
digunakan untuk mengoreksi jawaban soal tes obyektif, yaitu : Kunci berdamping
(Strip keys), Kunci sistem karbon (Carbon system keys), Kunci sistem tusukan
(Pinpick system keys), Kunci berjendela (Windown keys).
Adapun
penjelasannya adalah sebagai berikut :
1)
Kunci
Berdamping (Strip keys)
Kunci jawaban ini terdiri atas
jawaban-jawaban betul yang ditulis dalam satu kolom yang lurus dari atas ke
bawah. Kunci jawaban jenis pertama ini digunakan untuk memeriksa
jawaban-jawaban yang ditulis pada kolom 1, yang disusun lurus dari atas ke
bawah.
Adapun cara menggunakannya ialah dengan
meletakkan kunci jawaban tersebut berjajar dengan lembar jawaban yang akan
diperiksa. Cocokkan jawaban-jawaban yang diberikan oleh testee dengan
jawaban-jawaban yang tercantum pada kunci jawaban. Jawaban yang cocok dengan
kunci jawaban diiisi/ ditulis dengan tanda plus (+), sedangkan jawaban yang
tidak cocok dengan kunci jawaban diisi dengan tanda minus (-).
2)
Kunci
sistem karbon (Carbon system keys)
Kunci jawaban ini berupa lembar kunci
jawaban yang telah didesain sedemikian rupa sehingga mudah digunakan sebagai untuk
memeriksa atau mengoreksi. Misalnya adalah testee diminta membubuhkan tanda
silang pada abjad jawaban soal. Maka kunci jawaban diletakkan di atas lembaran
jawaban yang sudah ditumpangi lembaran karbon. Pada kunci jawaban diberikan
tanda (misalnya : lingkaran) pada jawaban yang betul. Jawaban yang berada
diluar tanda (misalnya : lingkaran) adalah salah dan jawaban yang berada di
dalam tanda (misalnya : lingkaran) adalah betul.
3)
Kunci
sistem tusukan (Pinpick system keys)
Pada dasarnya sama dengan sistem karbon.
Perbedaanya ialah, kunci jawaban pada sistem ini adalah untuk jawaban yang
betul diberikan tusukan dengan jarum atau paku, atau alat penusuk lainnya
sementara lembar jawaban berada di bawahnya. Pilihan jawaban yang berlubang
adalah betul dan pilihan jawban yang tidak berlubang adalah salah.
4)
Kunci
berjendela (Windows keys)
Prosedur penggunaan sistem kunci
berjendela (Windows keys) adalah sebagai berikut :
a)
Ambil blanko lembar jawaban yang masih
kosong (belum digunakan)
b)
Pilihan jawaban yang betul diberikan
lubang (bulatan) seolah-oleh seperti jendela.
c)
Lembar jawaban kita letakkan di bawah
kunci berjendela.
d)
Melalui lubang-lubang (jendela-jedela)
dibuat garis vertikal dengan pensil berwarna. Jika garis tersebut tepat
mengenai tanda silang yang pada lembar jawaban maka jawabannya adalah betul dan
pada bagian lembar jawaban yang pilihannya tidak terkena goresan berarti salah.
2.
Teknik
Pemeriksaan Hasil Tes Lisan
Pemeriksaan atau koreksi yang
dilaksanakan dalam rangka menilai jawaban-jawaban testee pada tes hasil belajar
secara lisan pada umumnya cenderung bersifat subyektif. Hal ini lebih mudah
dipahami karena berhubungan langsung dengan benda hidup dan tidak berhubungan
dengan lembar jawaban yang merupakan benda mati.
Dalam
tes lisan, testee yang sedang di tes oleh tester kemungkinan adalah temasuk
testee yang “disukai” oleh tester sehingga mendapatkan simpati dari tester,
atau sebaliknya testee yang sedang dihadapi adalah termasuk testee yang “kurang
disukai”, sehingga terdaat peluang bagi tester untuk bertindak tidak/ kurang
obyektif. Menghadapi kemungkinan-kemungkinan tersebut maka penguji harus
berusaha semaksimal mungkin untuk tetap berlaku obyektif terhadap testee, dan
tidak terpengaruh oleh obyek (testee) yang sedang dihadapinya.
Dalam
pelaksanaan tes lisan hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah
sebagai berikut :
a.
Pertahankanlah situasi evaluasi dalam
pelaksanaan tes lisan.
b. Jangan
membentak testee dan mengeluarkan kata-kata yang tidak semestinya, misalnya :
tolol, bodoh, dan sebagainya.
c. Jangan
berkecenderungan membantu testee yang sedang dites dengan memberikan kode-kode,
isyarat atau kunci-kunci lain karena merasa kasihan, simpati dan sebagainya.
d. Siapkan
rencana pertanyaan yang akan disampaikan sekaligus jawaban yang diharapkan
untuk setiap pertanyaan (soal dan kunci jawaban).
e. Lakukan
scoring terhadap jawaban yang diberikan oleh testee dengan teliti. Maka dari
itu sebaiknya penilaian dilakukan selama tes berjalan.
Dalam
hubungan ini, pemeriksaan terhadap jawaban-jawaban testee hendaknya
dikendalikan oleh pedoman yang pasti, misalnya :
a.
Kelengkapan jawaban yang diberikan oleh
testee. Apakah jawaban testee telah memenuhi atau mencakup semua unsur yang
seharusnya ada, sesuai dengan jawaban betul yang telah disusun oleh tester.
b.
Kelancaran testee dalam mengemukakan
jawaban-jawaban. Apakah testee cukup lancar dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan dari tester, sehingga mencerminkan tingkat kedalaman
pemahaman testee terhadap materi pertanyaan yang diajukan.
c.
Kebenaran jawaban yang dikemukakan.
Jawaban yang banyak dari testee belum tentu merupakan jawaban yang benar. Maka
dari itu tester harus benar-benar jeli dalam menyaring jawaban dari testee,
apakah jawaban tersebut mengandung kadar kebenaran atau tidak.
d.
Kemampuan testee dalam mepertahankan
pendapatnya. Jawaban yang disampaikan dengan ragu-ragu merupakan salah satu
indikator bahwa testee kurang menguasai materi yang ditanyakan.
e.
Berapa persen (%) kira-kira,
pertanyaan-pertanyaan lisan yang tergolong dalam kategori sukar, sedang dan
mudah dapat dijawab dengan betul oleh testee.
Penguji
juga dapat menambahkan unsur-unsur lain yang di rasa perlu sebagai bahan
penilaian, misalnya : penampilan, kesopanan, kerapian, kedisiplinan dan
sebagainya.
2.2 Pengertian Skor
Pada hakikatnya pemberian skor (scoring)
adalah proses pengubahan jawaban instrumen menjadi angka-angka yang merupakan
nilai kuantitatif dari suatu jawaban terhadap item dalam instrumen. Angka-angka
hasil penilaian selanjutnya diproses menjadi nilai-nilai (grade).
Agar tidak terjadi kesalahan dalam
memahami skor dan nilai lebih dahulu harus dipahami perbedaan antara skor dan
nilai. Hal ini didasarkan dengan masih banyaknya anggapan antara skor dan nilai
mengandung satu pengertian atau sama.
Skor adalah hasil pekerjaan menyekor
(memberikan angka) yang diperoleh dari angka-angka dar setiap butir soal yang
telah di jawab oleh testee dengan benar, dengan mempertimbangkan bobot jawaban betulnya.
Adapun yang dimaksud dengan nilai adalah
angka atau huruf yang merupakan hasil ubahan dari skor yang sudah dijadikan
satu dengan skor-skor lainnya, serta disesuaikan pengaturannya dengan standar
tertentu. Sehingga nilai sering disebut juga dengan skor standar (Standarg
Score).
2.3 Teknik-Teknik Pemberian Skor
Cara pemberian skor terhadap hasil tes
hasil belajar pada umumnya disesuaikan dengan bentuk soal yang dikeluarkan
dalam tes tersebut, tes uraian (essay) atau tes obyektif (objektive test).
Penjelasannya sebagai berikut :
A. Pemberian Skor pada Tes Uraian
Pada tes uraian, pemberian skor
didasarkan pada bobot (weight) yang diberikan pada setiap butir soal,
didasarkan dan disesuaikan dengan tingkat kesulitan dari soal tersebut dan atau
banyak sedikitnya unsur yang terdapat dalam jawaban yang dianggap paling benar.
B. Pemberian Skor pada Tes Obyektif
Pemberian skor pada tes obyektif pada
umumnya digunakan rumus correction for geussing atau di kenal dengan istilah
sistem denda.
Untuk soal obyektif bentuk true-false
misalnya, setiap item diberi skor maksimal 1 (satu). Apabila testee menjawab
benar maka diberikan skor 1 dan apabila salah maka diberikan skor 0.
Cara menghitung skor terakhir dari
seluruh item bentuk true-false, dapat digunakan dua macam rumus yaitu : Rumus
yang memperhitungkan denda dan rumus yang mengabaikan atau meniadakan denda.
Penggunaan rumus-rumus tersebut tergantung dari kebijakan tester.
Yang perlu diperhatikan pada tes
obyektif adalah karena berbentuk mutiple choice maka masing-masing item soal
memiliki derajat atau tingkat kesulitan masing-masing yang berbeda, jadi bobot
jawaban yang benar belum tentu memiliki skor 1, melainkan bisa juga berbobot 1
½ , 2 ½, 5 dan sebagainya. Dalam hal ini yang dapat menentukan bobot soal
adalah orang yang paling tahu dengan mengenai derajat kesulitan soal tersebut
yaitu sebaiknya adalah pembuat soal itu sendiri atau tester.
2.4 Pengolahan Skor Menjadi Nilai
Setelah proses pemeriksaan dan pemberian
skor langkah selanjutnya adalah mengolah skor tersebut menjadi nilai-nilai yang
merupakan hasil akhir. Sebagimana telah diketahui sebelumnya antara skor dan
nilai adalah tidak sama.
Skor adalah hasil pekerjaan menyekor
(memberikan angka) yang diperoleh dari penjumlahan angka-angka dalam setiap
butir soal yang di jawab dengan benar oleh testee, dan memperhitungkan bobot
jawaban, sedangkan nilai adalah angka atau huruf yang merupakan hasil konversi
(rubahan) dari penjumlahan skor yang disesuaikan pengaturannya dengan standar
tertentu yang pada dasarnya merupakan lambang kemampuan testee terhadap materi
atau bahan yang diteskan.
Dari penjelasan diatas dapat dipahami
bahwa untuk mendapatkan nilai, maka skor-skor yang telah didapat masih
merupakan skor mentah dan perlu diolah dan dikonversikan sehingga skor dapat
berubah menjadi nilai (menjadi skor yang sifatnya baku atau standar (Standard
Score) :
Pengolahan dan Pengubahan Skor Mentah
Menjadi Nilai Standard (Standard Score). Ada dua hal yang perlu diperhatikan
dalam pengolahan dan pengubahan skor menjadi skor stdandard atau nilai yaitu :
a. Dalam
pengolahan dan pengubahan skor menjadi skor standard atau nilai terdapat dua
cara yang dapat ditempuh yaitu :
ü Pengolahan
dan pengubahan skor mentah menjadi nilai dilakukan dengan mengacu pada
kriterium (Criterion) atau sering juga disebut dengan patokan. Cara pertama ini
sering dikenal dengan istilah criterion referenced evaluation. Di dunia
pendidikan Indonesia dikenal dengan istilah Penilain Acuan Patokan (PAP) ada
juga yang mengatakan dengan istilah Standar Mutlak.
ü Pengolahan
dan pengubahan skor mentah menjadi nilai dengan mengacu pada norma atau
kelompok. Cara kedua ini dikenal dengan istilah norm referenced evaluation. Di
dalam dunia pendidikan Indonesia dikenal dengan istilah Penilaian Acuan Norma
(PAN).
b. Pengolahan
dan pengubahan skor mentah menjadi nilai dengan berbagai macam skala, misalnya
: skala 5 (Stanfive), yaitu nilai standar berskala lima yang dikenal dengan
istilah nilai huruf A, B, C, D dan F. Skala sembilan (Stanine) yaitu nilai
standar berskala sembilan dimana rentang nilainya mulai dari 1 sampai dengan 9
(tidak ada nilai =0 dan >10), skala sebelas (standard eleven/ eleven points
scale) rentang nilai mulai dari 0 sampai dengan 10, z score (nilai standar z),
dan T score (nilai standar T).
Dalam pembahasan kali ini hanya akan
dibahas mengenai pengolahan hasil belajar dengan acuan patokan dan acuan norma.
1.
Penilaian
Acuan Patokan (PAP)
Penilaian
Acuan Patokan (criterion referenced evaluation) yang dikenal juga dengan
standar mutlak berusaha menafsirkan hasil tes yang diperoleh siswa dengan
membandingkannya dengan patokan yang telah ditetapkan. Sebelum hasil tes
diperoleh atau bahkan sebelum kegiatan pengajaran dilakukan, patokan yang akan
dipergunakan untuk menentukan kelulusan harus sudah ditetapkan.
Standar
atau patokan tersebut memuat ketentuan-ketentuan yang dipergunakan sebagai
batas-batas penentuan kelulusan testee atau batas pemberian nilai pada testee.
Jika skor yang diperoleh oleh testee memenuhi batas minimal maka testee
dinyatakan telah memenuhi tingkat penguasaan minimal terhadap materi yang
disampaikan dan sebaliknya jika testee belum bisa memenuhi batas minimal yang
ditentukan maka testee dianggap belum “lulus” atau belum menguasai materi.
Karena batasan-batasan tersebut bersifat mutlak/ pasti maka hasil yang diperoleh
tidak dapat di tawar lagi.
Standar
penilaian ditentukan secara mutlak, banyaknya testee yang memperoleh nilai
tinggi atau jumlah kelulusan testee banyak akan mencerminkan penguasaannya
terhadap materi yang disampaikan.
Pengolahan
skor mentah menjadi nilai dilakukan dengan menempuh langkah-langkah sebagai
berikut :
a) Menggabungkan
skor dari berbagai sumber penilaian untuk memperolah skor akhir.
b) Menghitung
skor minimum penguasaan tuntas dengan menerapkan prosentase Batas Minimal
Penguasaan (BMP).
c) Menentukan
tabel konversi
2.
Penilaian
Acuan Norma (PAN)
Penggunaan
penilaian dengan norma kelompok atau norma relatif/ standar relatif ini pertama
kali dikemukakan pada tahun 1908 (Cureton, 1971) dengan landasan dasar bahwa
tingkat pencapaian belajar siswa akan tersebar menurut kurva normal.
Penilaian
Acuan Norma (Norm Referenced Evaluation) dikenal pula dengan Standar Relatif
atau Norma Kelompok. Pendekatan penilaian ini menafsirkan hasil tes yang
diperoleh testee dengan membandingkan dengan hasil tes dari testee lain dalam
kelompoknya. Alat pembanding tersebut yang menjadi dasar standar kelulusan dan
pemberian nilai ditentukan berdasarkan skor yang diperoleh testee dalam satu
kelompok. Dengan demikian, standar kelulusan baru daat ditentukan setelah
diperoleh skor dari para peserta testee.
Hal
ini berarti setiap kelompok mempunyai standar masing-masing dan standar satu
kelompok tidak dapat dipergunakan sebagai standar kelompok yang lain. Standar
dari hasil tes sebelumnya pun tidak dapat dipergunakan sebagai standar sehingga
setiap memperoleh hasil tes harus dibuat norma yang baru.
Dasar
pemikiran dari penggunaan standar PAN adalah adanya asumsi bahwa di setiap
populasi yang heterogen terdapat siswa dengan kelompok baik, kelompok sedang
dan kelompok kurang.
Pengolahan
skor dengan Penilaian Acuan Norma (PAN) mengharuskan kita menghitung dengan
statistik. Perhitungan dilakukan atas skor akhir (penggabungan berbagai sumber
skor), kemudian dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a) Menghitung
Ditribusi Angka (Da), Rata-rata Hitung (RH) dan Range of Score/ Rentang Skor
(R), dengan rumus :
R
= Skor Tertinggi – Skor Terendah
b) Menentukan
kelompok nilai, Kelas Interval (Ki), dan Interval Duga (RD)
c) Membuat
Tabel Distribusi Frekuensi (TDF)
d) Mencari
rata-rata Duga (RD, Mean Duga (MD), dengan rumus :
e) Menghitung
rata-rata hitung (RH) dan Mean (M) dengan rumus :
f) Menghitung
Standar Deviasi (SD), dengan rumus :
g) Menyusun
Tabel Konversi PAN
Dalam
membuat tabel harus diperhatikan adalah skala nilai yang digunakan (skala 5,
skala 10, atau skala 100)
Kelemahan
sistem PAN adalah dengan tes apapun dalam kelompok apapun dan dengan dasar
prestasi yang bagaimanapun, pemberian nilai dengan sistem ini selalu dapat
dilakukan. Karena itu penggunaan sistem PAN dapat dilakukan dengan baik apabila
memenuhi syarat yang mendasari kurva normal, yaitu :
a)
Skor nilai terpencar atau dapat dianggap
terpencar sesuai dengan pencaran kurva normal.
b)
Jumlah yang dinilai minimal 50 orang
atau sebaiknya 100 orang ke atas.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari
uraian-uraian singkat yang telah penulis sampaikan, maka penulis dapat
memberikan beberapa kesimpulan sebagai berikut :
- Pemberian skor (scoring) adalah proses pengubahan jawaban instrumen menjadi angka-angka yang merupakan nilai kuantitatif dari suatu jawaban terhadap item dalam instrumen. Angka-angka hasil penilaian selanjutnya diproses menjadi nilai-nilai (grade).
- Terdapat berbagai macam cara atau teknik untuk memeriksa hasil tes, memberikan skor dan mengolahnya menjadi nilai.
- Dalam pengolahan hasil evaluasi terdapat dua macam pendekatan yaitu pendekatan Penilaian Acuan Patokan (PAP) dan Penilaian Acuan Norma (PAN).
3.2
Saran
Dalam
melakukan evaluasi hendaknya perlu dipertimbangkan hal-hal yang menyangkut
dengan tata cara penilaian serta mengcu pada norma-norma penilaian agar terjadi
penilaian yang bersifat objektif, komperehensif, dan continue.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar