Selasa, 15 Mei 2012

Teknik-Teknik Pemberian Skor Pada Evaluasi Peserta Didik


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Perkembangan sistem pendidikan di Indonesia menuntut penyesuaian dalam segala hal yang mempengaruhinya. Salah satu yang tetap ada dan langgeng yang selalu mendapat sorotan adalah evaluasi belajar siswa atau pencapaian hasil belajar siswa.
Namun pencapaian hasil belajar siswa yang optimal itu akan tergantung dan selalu pengaruhi oleh kurikulum, sarana belajar, guru dan siswa sendiri. Selain itu kebijakan-kebijakan pemerintah tentang sistem pendidikan nasional juga sangat mempengaruhi kualitas pendidikan.
Sesudah atau dalam melaksanakan suatu kegiatan perlu diadakan evaluasi agar dapat diketahui, berhasil atau tidaknya kegiatan yang dilakukan tersebut. Demikian halnya dalam pendidikan, evaluasi merupakan bagian yang sangat penting yang harus dilaksanakan oleh guru. Agar seorang guru dapat mengetahui apakah kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan telah berhasi atau tidak. Evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana degan baik apabila dalam pelaksanaannya senantiasa berpegang pada tiga prinsip dasar yaitu Prinsip keseluruhan, Prinsip kesinambungan, dan prinsip objektivitas.
Selain itu juga ntuk mengetahui pencapaian hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menggunakan tes-tes dengan standar-standar tertentu sesuai dengan perkembangannya. Maka dari itu bagi seorang pendidik harus mengetahui bagaimana cara atau teknik-teknik yang baik untuk mengevaluasi anak didiknya, sejauh mana pencapaian siswa dalam menguasai materi yang disampaikan.




1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang terdapat pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Jelaskanlah apa-apa saja teknik yang dipergunakan dalam memeriksa hasil evaluasi peserta didik!
2.      Jelaskanlah apa yang dimaksud dengan pemberian skor?
3.      Jelaskanlah teknik apa saja yang dipergunakan dalam pemberian skor!
4.      Jelaskanlah bagaimana mengolah skor menjadi nilai!
1.3  Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah evaluasi pendidikan
2.      Untuk mengetahui teknik-teknik yang dipergunakan dalam memeriksa hasil evaluasi peserta didik.
3.      Untuk memahami apa yang dimaksud dengan pemberian skor (scoring).
4.      Memahami tekni-teknik apa saja yang dipergunakan dalam pemberian skor.
5.      Mengetahi bagaimana cara mengolah skor mentah menjadi nilai.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teknik-Teknik Pemeriksaan
Untuk mengetahui hasil belajar dan sejauhmana tingkat pemahaman anak didik biasanya guru melakukan memberikan tes baik berupa tes lisan, tulisan maupun perbuatan (praktek). Dari hasil tes tersebut dapat diketahui tingkat pemahaman siswa yang kemudian dapat digunakan sebagai evaluasi pendidik/ guru dalam menentukan kelanjutan belajar sekaligus menentukan penilaian anak didik.
Dengan adanya perbedaan cara mendapatkan hasil atau pemberian tes ini maka tidak dapat dihindari lagi perlu adanya teknik-teknik yang berbeda dalam melakukan pemeriksaan atau koreksi untuk mendapatkan hasil akhir (nilai).
Sebelum lebih jauh membahas mengenai teknik-teknik pemeriksaan, sebaiknya lebih dahulu memahami istilah-istilah yang berhubungan dengan tes yaitu :
1.        Tes adalah alat atau prosedur ysng digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.
2.        Testing, merupakan saat pada waktu tes itu dilaksanakan atau saat pengambilan tes.
3.        Testee (tercoba), adalah responden yang sedang mengerjakan tes. Orang inilah yang akan dinilai atau diukur kemampuan, bakat, minat, pencapaian, dan sebagainya.
4.        Tester (pencoba), adalah orang yang diserahi untuk melaksanakan pengambilan tes terhadap para responden. Dengan kata lain tester adalah subjek evaluasi. Tugasnya adalah mempersiapkan perlengkapan yang diperlukan, membagikan lembaran tes dan alat lain, menerangkan cara mengerjakan tes, mengawasi, memberikan tanda waktu, mengumpulkan pekerjaan, mengisi berita acara atau laporan lain yang diperlukan.


Adapun teknik-teknik pemeriksaan atau koreksi adalah sebagai berikut :
1.    Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Tertulis
Tes tertulis dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu tes hasil belajar (tertulis) bentuk uraian (Subjective test=test essay) dan tes hasil belajar bentuk objektif (Objective test). Kedua kelompok tersebut mempunyai karakter yang berbeda sehingga teknik pemeriksaannya dan hasil-hasilnya pun pasti berbeda pula.
1)   Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Hasil Belajar Bentuk Uraian
Dalam bentuk teknik pemeriksaan hasil tes belajar dalam bentuk uraian, evaluator (tester/ pemberi test) sebaiknya membuat kunci jawaban setelah soal tes selesai disusun sebagai dasar pedoman dalam mengoreksi hasil jawaban dari peserta tes dengan cara membandingkan antara jawaban peserta tes dengan pedoman jawaban yang betul.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan dengan tes uraian ini  adalah :
1)        Apakah nantinya pengolahan dan penentuan hasil tes uraian itu akan didasarkan pada standar mutlak, atau
2)        Apakah nantinya pengolahan dan penentuan hasil tes subyektif akan didasarkan pada standar relatif.
Apabila pengolahan dan penentuan hasil tes uraian akan didasarkan pada standar mutlak maka prosedur pemeriksaannya adalah sebagai berikut :
1)        Membaca setiap jawaban yang diberikan oleh peserta tes untuk setiap butir soal tes uraian dan membandingkannya dengan pedoman jawaban betul yang sudah disiapkan.
2)        Atas dasar pembandingan antara jawaban peserta tes dengan pedoman/ ancar-ancar jawaban betul yang telah disiapkan, tester lalu memberikan skor untuk setiap butir soal dan menuliskannya di bagian kiri dari jawaban testee tersebut.
3)        Menjumlahkan skor-skor yang telah diberikan kepada testee (digunakan sebagai bahan dalam pengolahan dan penentuan nilai).
Apabila pengolahan dan penentuan nilai akan didasarkan pada standar relatif (dimana penentuan nilai didasarkan pada prestasi kelompok) maka prosedur pemeriksaannya adalah sebagai berikut :
1)        Memeriksa jawaban atas butir soal nomor 1 yang diberikan oleh seluruh testee, sehingga diperoleh gambaran secara umum mengenai keseluruhan jawaban yang ada. Setelah pemeriksaan terhadap seluruh jawban item nomor 1 dapat diselesaikan, maka tester akan menjadi tahu, testee manakah yang memberikan jawabannya termasuk lengkap, kurang lengkap, menyimpang dan tidak memberikan jawaban sama sekali.
2)        Memberikan skor terhadap jawaban soal nomor 1 untuk seluruh testee, misalnya untuk jawaban lengkap diberi skor 2, kurang lengkap diberikan skor 1, dan yang menyimpang atau tidak memberikan jawaban sama sekali diberikan skor 0.
3)        Setelah pemeriksaan atas jawaban butir soal nomor 1 untuk seluruh testee dapat diselesaikan, lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap jawaban butir soal nomor 2, dengan cara yang sama.
4)        Memberikan skor terhadap jawaban butir soal nomor 2 dari seluruh testee, dengan cara yang sama, dan seterusnya sampai dengan selesai dengan langkah yang sama.
5)        Setelah jawaban seluruh butir soal yang diberikan oleh seluruh testee dapat diselesaikan, akhirnya dilakukan penjumlahan skor (yang nantinya akan dijadikan bahan dalam pengolahan dan penentuan nilai).
2)   Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Hasil Belajar Bentuk Obyektif
Memeriksa atau mengoreksi jawaban soal tes obyektif pada umumnya dilakukan dengan jalan menggunakan kunci jawaban.
Ada beberapa macam kunci jawaban yang dapat digunakan untuk mengoreksi jawaban soal tes obyektif, yaitu : Kunci berdamping (Strip keys), Kunci sistem karbon (Carbon system keys), Kunci sistem tusukan (Pinpick system keys), Kunci berjendela (Windown keys).


Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
1)   Kunci Berdamping (Strip keys)
Kunci jawaban ini terdiri atas jawaban-jawaban betul yang ditulis dalam satu kolom yang lurus dari atas ke bawah. Kunci jawaban jenis pertama ini digunakan untuk memeriksa jawaban-jawaban yang ditulis pada kolom 1, yang disusun lurus dari atas ke bawah.
Adapun cara menggunakannya ialah dengan meletakkan kunci jawaban tersebut berjajar dengan lembar jawaban yang akan diperiksa. Cocokkan jawaban-jawaban yang diberikan oleh testee dengan jawaban-jawaban yang tercantum pada kunci jawaban. Jawaban yang cocok dengan kunci jawaban diiisi/ ditulis dengan tanda plus (+), sedangkan jawaban yang tidak cocok dengan kunci jawaban diisi dengan tanda minus (-).
2)   Kunci sistem karbon (Carbon system keys)
Kunci jawaban ini berupa lembar kunci jawaban yang telah didesain sedemikian rupa sehingga mudah digunakan sebagai untuk memeriksa atau mengoreksi. Misalnya adalah testee diminta membubuhkan tanda silang pada abjad jawaban soal. Maka kunci jawaban diletakkan di atas lembaran jawaban yang sudah ditumpangi lembaran karbon. Pada kunci jawaban diberikan tanda (misalnya : lingkaran) pada jawaban yang betul. Jawaban yang berada diluar tanda (misalnya : lingkaran) adalah salah dan jawaban yang berada di dalam tanda (misalnya : lingkaran) adalah betul.
3)   Kunci sistem tusukan (Pinpick system keys)
Pada dasarnya sama dengan sistem karbon. Perbedaanya ialah, kunci jawaban pada sistem ini adalah untuk jawaban yang betul diberikan tusukan dengan jarum atau paku, atau alat penusuk lainnya sementara lembar jawaban berada di bawahnya. Pilihan jawaban yang berlubang adalah betul dan pilihan jawban yang tidak berlubang adalah salah.
4)   Kunci berjendela (Windows keys)
Prosedur penggunaan sistem kunci berjendela (Windows keys) adalah sebagai berikut :
a)         Ambil blanko lembar jawaban yang masih kosong (belum digunakan)
b)        Pilihan jawaban yang betul diberikan lubang (bulatan) seolah-oleh seperti jendela.
c)         Lembar jawaban kita letakkan di bawah kunci berjendela.
d)        Melalui lubang-lubang (jendela-jedela) dibuat garis vertikal dengan pensil berwarna. Jika garis tersebut tepat mengenai tanda silang yang pada lembar jawaban maka jawabannya adalah betul dan pada bagian lembar jawaban yang pilihannya tidak terkena goresan berarti salah.
2.    Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Lisan
Pemeriksaan atau koreksi yang dilaksanakan dalam rangka menilai jawaban-jawaban testee pada tes hasil belajar secara lisan pada umumnya cenderung bersifat subyektif. Hal ini lebih mudah dipahami karena berhubungan langsung dengan benda hidup dan tidak berhubungan dengan lembar jawaban yang merupakan benda mati.
Dalam tes lisan, testee yang sedang di tes oleh tester kemungkinan adalah temasuk testee yang “disukai” oleh tester sehingga mendapatkan simpati dari tester, atau sebaliknya testee yang sedang dihadapi adalah termasuk testee yang “kurang disukai”, sehingga terdaat peluang bagi tester untuk bertindak tidak/ kurang obyektif. Menghadapi kemungkinan-kemungkinan tersebut maka penguji harus berusaha semaksimal mungkin untuk tetap berlaku obyektif terhadap testee, dan tidak terpengaruh oleh obyek (testee) yang sedang dihadapinya.
Dalam pelaksanaan tes lisan hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut :
a.         Pertahankanlah situasi evaluasi dalam pelaksanaan tes lisan.
b.    Jangan membentak testee dan mengeluarkan kata-kata yang tidak semestinya, misalnya : tolol, bodoh, dan sebagainya.
c.    Jangan berkecenderungan membantu testee yang sedang dites dengan memberikan kode-kode, isyarat atau kunci-kunci lain karena merasa kasihan, simpati dan sebagainya.
d.   Siapkan rencana pertanyaan yang akan disampaikan sekaligus jawaban yang diharapkan untuk setiap pertanyaan (soal dan kunci jawaban).
e.    Lakukan scoring terhadap jawaban yang diberikan oleh testee dengan teliti. Maka dari itu sebaiknya penilaian dilakukan selama tes berjalan.
Dalam hubungan ini, pemeriksaan terhadap jawaban-jawaban testee hendaknya dikendalikan oleh pedoman yang pasti, misalnya :
a.       Kelengkapan jawaban yang diberikan oleh testee. Apakah jawaban testee telah memenuhi atau mencakup semua unsur yang seharusnya ada, sesuai dengan jawaban betul yang telah disusun oleh tester.
b.      Kelancaran testee dalam mengemukakan jawaban-jawaban. Apakah testee cukup lancar dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari tester, sehingga mencerminkan tingkat kedalaman pemahaman testee terhadap materi pertanyaan yang diajukan.
c.       Kebenaran jawaban yang dikemukakan. Jawaban yang banyak dari testee belum tentu merupakan jawaban yang benar. Maka dari itu tester harus benar-benar jeli dalam menyaring jawaban dari testee, apakah jawaban tersebut mengandung kadar kebenaran atau tidak.
d.      Kemampuan testee dalam mepertahankan pendapatnya. Jawaban yang disampaikan dengan ragu-ragu merupakan salah satu indikator bahwa testee kurang menguasai materi yang ditanyakan.
e.       Berapa persen (%) kira-kira, pertanyaan-pertanyaan lisan yang tergolong dalam kategori sukar, sedang dan mudah dapat dijawab dengan betul oleh testee.
Penguji juga dapat menambahkan unsur-unsur lain yang di rasa perlu sebagai bahan penilaian, misalnya : penampilan, kesopanan, kerapian, kedisiplinan dan sebagainya.
2.2  Pengertian Skor
Pada hakikatnya pemberian skor (scoring) adalah proses pengubahan jawaban instrumen menjadi angka-angka yang merupakan nilai kuantitatif dari suatu jawaban terhadap item dalam instrumen. Angka-angka hasil penilaian selanjutnya diproses menjadi nilai-nilai (grade).
Agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami skor dan nilai lebih dahulu harus dipahami perbedaan antara skor dan nilai. Hal ini didasarkan dengan masih banyaknya anggapan antara skor dan nilai mengandung satu pengertian atau sama.
Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (memberikan angka) yang diperoleh dari angka-angka dar setiap butir soal yang telah di jawab oleh testee dengan benar, dengan mempertimbangkan bobot jawaban betulnya.
Adapun yang dimaksud dengan nilai adalah angka atau huruf yang merupakan hasil ubahan dari skor yang sudah dijadikan satu dengan skor-skor lainnya, serta disesuaikan pengaturannya dengan standar tertentu. Sehingga nilai sering disebut juga dengan skor standar (Standarg Score).
2.3  Teknik-Teknik Pemberian Skor
Cara pemberian skor terhadap hasil tes hasil belajar pada umumnya disesuaikan dengan bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes tersebut, tes uraian (essay) atau tes obyektif (objektive test). Penjelasannya sebagai berikut :
A.      Pemberian Skor pada Tes Uraian
Pada tes uraian, pemberian skor didasarkan pada bobot (weight) yang diberikan pada setiap butir soal, didasarkan dan disesuaikan dengan tingkat kesulitan dari soal tersebut dan atau banyak sedikitnya unsur yang terdapat dalam jawaban yang dianggap paling benar.

B.       Pemberian Skor pada Tes Obyektif
Pemberian skor pada tes obyektif pada umumnya digunakan rumus correction for geussing atau di kenal dengan istilah sistem denda.
Untuk soal obyektif bentuk true-false misalnya, setiap item diberi skor maksimal 1 (satu). Apabila testee menjawab benar maka diberikan skor 1 dan apabila salah maka diberikan skor 0.
Cara menghitung skor terakhir dari seluruh item bentuk true-false, dapat digunakan dua macam rumus yaitu : Rumus yang memperhitungkan denda dan rumus yang mengabaikan atau meniadakan denda. Penggunaan rumus-rumus tersebut tergantung dari kebijakan tester.
Yang perlu diperhatikan pada tes obyektif adalah karena berbentuk mutiple choice maka masing-masing item soal memiliki derajat atau tingkat kesulitan masing-masing yang berbeda, jadi bobot jawaban yang benar belum tentu memiliki skor 1, melainkan bisa juga berbobot 1 ½ , 2 ½, 5 dan sebagainya. Dalam hal ini yang dapat menentukan bobot soal adalah orang yang paling tahu dengan mengenai derajat kesulitan soal tersebut yaitu sebaiknya adalah pembuat soal itu sendiri atau tester.

2.4  Pengolahan Skor Menjadi Nilai
Setelah proses pemeriksaan dan pemberian skor langkah selanjutnya adalah mengolah skor tersebut menjadi nilai-nilai yang merupakan hasil akhir. Sebagimana telah diketahui sebelumnya antara skor dan nilai adalah tidak sama.
Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (memberikan angka) yang diperoleh dari penjumlahan angka-angka dalam setiap butir soal yang di jawab dengan benar oleh testee, dan memperhitungkan bobot jawaban, sedangkan nilai adalah angka atau huruf yang merupakan hasil konversi (rubahan) dari penjumlahan skor yang disesuaikan pengaturannya dengan standar tertentu yang pada dasarnya merupakan lambang kemampuan testee terhadap materi atau bahan yang diteskan.
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa untuk mendapatkan nilai, maka skor-skor yang telah didapat masih merupakan skor mentah dan perlu diolah dan dikonversikan sehingga skor dapat berubah menjadi nilai (menjadi skor yang sifatnya baku atau standar (Standard Score) :
Pengolahan dan Pengubahan Skor Mentah Menjadi Nilai Standard (Standard Score). Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam pengolahan dan pengubahan skor menjadi skor stdandard atau nilai yaitu :
a.    Dalam pengolahan dan pengubahan skor menjadi skor standard atau nilai terdapat dua cara yang dapat ditempuh yaitu :
ü  Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai dilakukan dengan mengacu pada kriterium (Criterion) atau sering juga disebut dengan patokan. Cara pertama ini sering dikenal dengan istilah criterion referenced evaluation. Di dunia pendidikan Indonesia dikenal dengan istilah Penilain Acuan Patokan (PAP) ada juga yang mengatakan dengan istilah Standar Mutlak.
ü  Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai dengan mengacu pada norma atau kelompok. Cara kedua ini dikenal dengan istilah norm referenced evaluation. Di dalam dunia pendidikan Indonesia dikenal dengan istilah Penilaian Acuan Norma (PAN).
b.    Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai dengan berbagai macam skala, misalnya : skala 5 (Stanfive), yaitu nilai standar berskala lima yang dikenal dengan istilah nilai huruf A, B, C, D dan F. Skala sembilan (Stanine) yaitu nilai standar berskala sembilan dimana rentang nilainya mulai dari 1 sampai dengan 9 (tidak ada nilai =0 dan >10), skala sebelas (standard eleven/ eleven points scale) rentang nilai mulai dari 0 sampai dengan 10, z score (nilai standar z), dan T score (nilai standar T).
Dalam pembahasan kali ini hanya akan dibahas mengenai pengolahan hasil belajar dengan acuan patokan dan acuan norma.

1.        Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Penilaian Acuan Patokan (criterion referenced evaluation) yang dikenal juga dengan standar mutlak berusaha menafsirkan hasil tes yang diperoleh siswa dengan membandingkannya dengan patokan yang telah ditetapkan. Sebelum hasil tes diperoleh atau bahkan sebelum kegiatan pengajaran dilakukan, patokan yang akan dipergunakan untuk menentukan kelulusan harus sudah ditetapkan.
Standar atau patokan tersebut memuat ketentuan-ketentuan yang dipergunakan sebagai batas-batas penentuan kelulusan testee atau batas pemberian nilai pada testee. Jika skor yang diperoleh oleh testee memenuhi batas minimal maka testee dinyatakan telah memenuhi tingkat penguasaan minimal terhadap materi yang disampaikan dan sebaliknya jika testee belum bisa memenuhi batas minimal yang ditentukan maka testee dianggap belum “lulus” atau belum menguasai materi. Karena batasan-batasan tersebut bersifat mutlak/ pasti maka hasil yang diperoleh tidak dapat di tawar lagi.
Standar penilaian ditentukan secara mutlak, banyaknya testee yang memperoleh nilai tinggi atau jumlah kelulusan testee banyak akan mencerminkan penguasaannya terhadap materi yang disampaikan.
Pengolahan skor mentah menjadi nilai dilakukan dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut :
a)    Menggabungkan skor dari berbagai sumber penilaian untuk memperolah skor akhir.
b)   Menghitung skor minimum penguasaan tuntas dengan menerapkan prosentase Batas Minimal Penguasaan (BMP).
c)    Menentukan tabel konversi
2.         Penilaian Acuan Norma (PAN)
Penggunaan penilaian dengan norma kelompok atau norma relatif/ standar relatif ini pertama kali dikemukakan pada tahun 1908 (Cureton, 1971) dengan landasan dasar bahwa tingkat pencapaian belajar siswa akan tersebar menurut kurva normal.
Penilaian Acuan Norma (Norm Referenced Evaluation) dikenal pula dengan Standar Relatif atau Norma Kelompok. Pendekatan penilaian ini menafsirkan hasil tes yang diperoleh testee dengan membandingkan dengan hasil tes dari testee lain dalam kelompoknya. Alat pembanding tersebut yang menjadi dasar standar kelulusan dan pemberian nilai ditentukan berdasarkan skor yang diperoleh testee dalam satu kelompok. Dengan demikian, standar kelulusan baru daat ditentukan setelah diperoleh skor dari para peserta testee.
Hal ini berarti setiap kelompok mempunyai standar masing-masing dan standar satu kelompok tidak dapat dipergunakan sebagai standar kelompok yang lain. Standar dari hasil tes sebelumnya pun tidak dapat dipergunakan sebagai standar sehingga setiap memperoleh hasil tes harus dibuat norma yang baru.
Dasar pemikiran dari penggunaan standar PAN adalah adanya asumsi bahwa di setiap populasi yang heterogen terdapat siswa dengan kelompok baik, kelompok sedang dan kelompok kurang.
Pengolahan skor dengan Penilaian Acuan Norma (PAN) mengharuskan kita menghitung dengan statistik. Perhitungan dilakukan atas skor akhir (penggabungan berbagai sumber skor), kemudian dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a)      Menghitung Ditribusi Angka (Da), Rata-rata Hitung (RH) dan Range of Score/ Rentang Skor (R), dengan rumus :
R = Skor Tertinggi – Skor Terendah
b)      Menentukan kelompok nilai, Kelas Interval (Ki), dan Interval Duga (RD)
c)      Membuat Tabel Distribusi Frekuensi (TDF)
d)     Mencari rata-rata Duga (RD, Mean Duga (MD), dengan rumus :
e)      Menghitung rata-rata hitung (RH) dan Mean (M) dengan rumus :
f)       Menghitung Standar Deviasi (SD), dengan rumus :
g)      Menyusun Tabel Konversi PAN
Dalam membuat tabel harus diperhatikan adalah skala nilai yang digunakan (skala 5, skala 10, atau skala 100)
Kelemahan sistem PAN adalah dengan tes apapun dalam kelompok apapun dan dengan dasar prestasi yang bagaimanapun, pemberian nilai dengan sistem ini selalu dapat dilakukan. Karena itu penggunaan sistem PAN dapat dilakukan dengan baik apabila memenuhi syarat yang mendasari kurva normal, yaitu :
a)      Skor nilai terpencar atau dapat dianggap terpencar sesuai dengan pencaran kurva normal.
b)      Jumlah yang dinilai minimal 50 orang atau sebaiknya 100 orang ke atas.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian-uraian singkat yang telah penulis sampaikan, maka penulis dapat memberikan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 
  1. Pemberian skor (scoring) adalah proses pengubahan jawaban instrumen menjadi angka-angka yang merupakan nilai kuantitatif dari suatu jawaban terhadap item dalam instrumen. Angka-angka hasil penilaian selanjutnya diproses menjadi nilai-nilai (grade).
  2. Terdapat berbagai macam cara atau teknik untuk memeriksa hasil tes, memberikan skor dan mengolahnya menjadi nilai.
  3. Dalam pengolahan hasil evaluasi terdapat dua macam pendekatan yaitu pendekatan Penilaian Acuan Patokan (PAP) dan Penilaian Acuan Norma (PAN).

3.2 Saran
Dalam melakukan evaluasi hendaknya perlu dipertimbangkan hal-hal yang menyangkut dengan tata cara penilaian serta mengcu pada norma-norma penilaian agar terjadi penilaian yang bersifat objektif, komperehensif, dan continue.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar